Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dokter BPJS Faskes Pertama

KRONOLOGIS KEJADIAN




Pasien BPJS datang ke dokter gigi di Faskes 1 dengan keluhan gigi ngilu.



1. Lalu dokter mendiagnosa gigi ngilu karena ada karang gigi di sekitar gigi ngilu tsb, tapi dokter tidak mau ambil tindakan membersihkan karang gigi di sekitar gigi ngilu tsb karena tidak ada aturan BPJS (“Permenkes no 3 tahun 2023 pasal 3 ayat 2-h” hanya menyebut "pembersihan karang gigi untuk kategori gingivitis akut", sedangkan gigi ngilu termasuk kategori gingivitis kronis).


2. Lalu dokter menawarkan membersihkan karang gigi di rahang bawah dengan bayaran Rp 200.000.


3. Karena pasien merasa frustasi dengan kelakuan dokter yang ogah-ogahan mengobati pasien (di poin 1 & poin 2), lalu pasien minta rujukan ke faskes lanjutan (supaya bisa diobati secara baik oleh dokter yang lain), tapi dokter tidak mau beri rujukan.



Akhirnya pasien BPJS ditinggal tanpa harapan untuk mendapat pengobatan yang layak & bisa sembuh dari sakit gigi ngilu nya.


Anak pasien BPJS tsb kemudian marah & mengamuk kepada dokter, barulah kemudian dokter mau membersihkan karang gigi di gigi ngilu tsb & dokter tsb mengaku bahwa dia telah berjasa karena telah baik hati membantu melakukan pembersihan karang gigi di gigi ngilu tsb yang seharusnya tidak ditanggung oleh BPJS.




Catatan :


Aturan BPJS (Permenkes no 3 tahun 2023 pasal 3 ayat 2-h) yang menyebut “pembersihan karang gigi untuk kategori gingivitis akut” itu masih punya celah kekurangan, yaitu belum memasukkan “pembersihan karang gigi untuk kategori gingivitis kronis”. Karena seharusnya karang gigi perlu dibersihkan ketika terdapat indikasi medis (entah gingivitis kronis atau gingivitis akut), asal bukan untuk tujuan estetika.


Celah kekurangan pada aturan BPJS tsb yang sering dimanfaatkan oleh dokter untuk melepas tanggung jawab dalam mengobati pasien, padahal seharusnya secara etika, dokter tidak boleh memanfaatkan celah kekurangan pada aturan BPJS untuk melepas tanggung jawab dalam mengobati pasien.


Harapannya, kejadian ini tidak terulang lagi di masa depan. Aturan BPJS (Permenkes no 3 tahun 2023 pasal 3 ayat 2-h) perlu direvisi agar bisa menutupi celah kekurangannya selama ini yang absen dalam mengobati pembersihan karang gigi di gingivitis kronis. Dan dokter perlu punya tanggung jawab moral untuk tidak memanfaatkan celah kekurangan pada aturan BPJS untuk lepas tangan terhadap pengobatan pasiennya.


Pasien BPJS datang ke Faskes 1 untuk berobat, tapi dokter malah lepas tangan terhadap pengobatan pasien (melalui memanfaatkan celah kekurangan pada aturan BPJS) & mempersulit rujukan ke Faskes 2, sehingga pada akhirnya pasien BPJS tidak bisa mendapatkan pengobatan untuk sembuh dari penyakitnya melalui BPJS. Hal demikian tidak boleh lagi terulang ke depan.



Kesalahan dokter adalah menahan hak Pasien BPJS untuk mendapatkan pengobatan yang layak :


1. Tidak mau mengerjakan perbaikan kecil pada gigi & langsung loncat ke perbaikan besar.

2. Meminta biaya pada perbaikan besar, di mana seharusnya menjadi hak pasien (Permenkes no 3 tahun 2023, Bab II Pasal 3 Ayat 2-h mengenai Standar Tarif Kapitasi : BPJS menanggung scaling gigi dengan syarat indikasi medis berupa gingivitis akut & bukan untuk tujuan estetika).

3. Sudah tidak mau memberi pengobatan yang layak kepada pasien di Faskes 1 (tidak mau mengobati pasien secara memadai (di poin 1) & meminta biaya kepada pasien (di poin 2)), ditambah lagi tidak mau memberi rujukan ke Faskes 2 supaya pasien bisa mendapatkan pengobatan yang layak, sehingga pada akhirnya menahan hak pasien BPJS untuk mendapatkan pengobatan yang layak.


Dokter di Faskes 1 harus sadar bahwa kalian adalah satu-satunya pintu bagi pasien BPJS untuk mendapatkan pengobatan yang layak, sehingga seharusnya dokter di Faskes 1 itu mempermudah pasien (entah melalui pengobatan yang memadai di Faskes 1 atau mempermudah rujukan ke Faskes 2), bukan malah mempersulit pasien sehingga menghambat hak pasien untuk mendapatkan pengobatan yang layak melalui BPJS.


Saya bukan mengkritik pribadi dokter, tapi mengkritik perilaku dokter yang mempersulit pasien BPJS untuk mendapatkan pengobatan yang layak (sementara dokter adalah satu-satunya pintu bagi pasien BPJS untuk mendapatkan pengobatan yang layak, tapi dokter lalai memberi hak pasien melalui tidak memberi pengobatan yang memadai di Faskes 1 atau mempersulit rujukan ke Faskes 2).




BERTOBATLAH, DOKTER !

JANGAN KAU JADIKAN FASKES 1 SEBAGAI TEMPAT CARI UANG !



Saya curiga bahwa selama ini, dokter memanfaatkan celah aturan BPJS untuk mencari uang, misal dengan mengatakan bahwa tindakan-tindakan medis tertentu tidak ditanggung di dalam aturan BPJS, sehingga dokter menawarkan biaya tambahan kepada pasien & dokter bisa mendapatkan keuntungan yang lebih banyak dari biaya tambahan kepada pasien tersebut ketimbang berharap tarif kapitasi dari BPJS yang besarannya rendah.


Faskes 1 tidak boleh dijadikan tempat cari uang (tempat berdagang jasa dengan pasien), karena Faskes 1 adalah tempat mengabdi kepada seluruh masyarakat (baik miskin & kaya) & tidak boleh berorientasi bisnis karena bisa mempersulit bagi masyarakat yang mau mendapat akses pengobatan yang layak.


Dokter di Faskes 1 harus berorientasi pengabdian, berusaha meminimalkan menarik uang dari pasien & berusaha membantu pasien untuk bisa mendapat pengobatan yang layak sehingga bisa sembuh dari penyakitnya. Bukan malah memperalat aturan BPJS untuk tujuan mencari uang, menjadikan pasien sebagai objek untuk mencari uang, ogah-ogahan mengobati pasien karena sifatnya gratis ditanggung BPJS, mempersulit rujukan ke Faskes 2 di mana pasien bisa memperoleh layanan pengobatan yang lebih baik.



Lampiran


1. Permenkes no 3 tahun 2023, Bab II Pasal 3 Ayat 2-h mengenai Standar Tarif Kapitasi, menjelaskan bahwa scaling gigi (pembersihan karang gigi) termasuk dalam tanggungan BPJS, dengan syarat berupa indikasi medis (gingivitis akut) & bukan untuk tujuan estetika.



2. Pemberitaan Media Massa

https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20230910184630-33-471134/syarat-cara-scaling-gigi-pakai-bpjs-kesehatan   (tanggal 2023-09-10)

https://www.kompas.com/tren/read/2024/03/06/070000765/penjelasan-bpjs-kesehatan-soal-fasilitas-scaling-gigi-bagi-peserta?page=all   (tanggal 2024-03-06)

https://bangka.tribunnews.com/2024/05/09/bisakah-bersihkan-karang-gigi-pakai-bpjs-kesehatan-simak-cara-dan-ketentuannya   (tanggal 2024-05-09)

https://star.grid.id/read/453597425/membersihkan-karang-gigi-ditanggung-bpjs-kesehatan-ini-syaratnya   (tanggal 2023-12-04)

3. Penjelasan Dari Dokter Gigi Lainnya

https://youtube.com/shorts/42hVqDmiuvc?si=JC0sjVFGYFLjgjf0


Di aturan BPJS nya masih terdapat celah kekurangan, mas
Permenkes no 23 tahun 2023, Pasal 3 ayat 2-h itu memang mencantumkan "scaling gigi pada gingivitis akut"
Celah pada aturan tsb adalah belum mencantumkan "scaling gigi pada gingivitis kronis" , sehingga celah aturan inilah yg menyebabkan para dokter sering memperalat celah kekurangan aturan tsb untuk melepaskan tanggung jawabnya utk mengobati pasien yang menderita "gingivitis kronis"
Sehingga ketika ada pasien yang menderita "gingivitis kronis" (misal gigi ngilu) yang penyebabnya dikarenakan menumpuknya karang gigi di sekitar gigi ngilu tsb, maka dokter bisa beralasan bahwa tidak ada aturan BPJS yang mewajibkan dokter untuk mengobati "gingivitis kronis" tsb, termasuk di dalamnya membersihkan karang gigi yang menjadi salah satu faktor penyebab dari "gingivitis kronis" tsb
Jadi aturan Permenkes no 23 tahun 2023 itu memang masih punya celah kekurangan yang perlu diperbaiki ke depan, yaitu menambahkan "scaling gigi pada gingivitis kronis"
Seharusnya pembersihan karang gigi itu boleh dilakukan selama ada indikasi medis, tanpa perlu melihat kategori gingivitis kronis atau gingivitis akut
Yang tidak boleh adalah pembersihan karang gigi untuk tujuan estetika
Saya gak habis pikir ada saja dokter (bukan hanya di Klinik Kimia Farma, tapi juga di banyak daerah di Indonesia) yang pikirannya picik mau memanfaatkan celah kekurangan aturan BPJS utk tidak mengobati pasien
Kasus ini (dokter yg ogah membersihkan karang gigi pada gigi pasien yg ngilu) banyak terjadi di seluruh Indonesia akibat celah kekurangan pada aturan permenkes tsb
Utk itu, memang butuh perbaikan/revisi pada aturan permenkes tsb, spy kasus serupa ke depan tidak terjadi lagi
Iya
1. Aturannya itu yang punya celah kekurangan & perlu diperbaiki ke depan (menambahkan "scaling gigi pada gingivitis kronis")
2. Dokter seharusnya tidak memanfaatkan celah kekurangan pada aturan tsb untuk melepaskan tanggung jawabnya mengobati pasien, pengobatan perlu dilakukan selama ada indikasi medis & bukan utk tujuan estetika
Kesimpulannya, dokter gigi itu secara aturan tidak bersalah, tapi secara etika dia bersalah
Mohon diberitahu yah mas mengenai masalah ini ke dokter giginya, karena seharusnya dokter gigi itu mengobati pasien meski tidak ada aturan yang mengharuskannya
Karena aturan itu pasti punya kekurangan & dokter tidak boleh memanfaatkan celah kekurangan pada aturan tsb utk melepaskan tanggung jawabnya dalam mengobati pasien
Pasien datang ke Faskes bukan utk tujuan estetika, tapi hanya mau berobat, sementara dokter malah melepas tanggung jawab utk mengobati pasien melalui celah kekurangan pada aturan
Tolong mas beritahu nasehat ini kepada dokter gigi tsb, hal begini seharusnya tidak boleh terjadi lagi ke depan krn itu tidak benar
Mas gak perlu balas pesan ini
Dgn ini saya tutup sj masalah ini, makasih mas

Posting Komentar untuk "Dokter BPJS Faskes Pertama"