Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ayo Biasakan Berbelanja Di Warung Tetangga

Sejak beberapa bulan terakhir ini publik dibuat heboh di banyak daerah mengenai banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku bisnis waralaba modern berjejaring. Bukan hanya kecurangan dalam memperoleh perizinan, ada banyak juga kasus bisnis ini tidak mempunyai izin dan berkedok swalayan lokal.

Banyak poster perlawanan di Jogja muncul bahkan di beberapa tempat mendeklarasikan anti terhadap keberadaan pasar ini berkarakter ekspansif ini. Salah satu kelompok ada yang memberikan advokasi kepada pasar dan warung rakyat dengan statemen cukup keras mengenai keberadaan pasar modern dan absennya negara. Setidaknya ada lima hal yang mereka tuntut:

Pertama, Konstitusi Negara mewaajibkan pemerintah memberikan perlindungan kepada segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, dengan memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga pemerintah wajib bekerja keras memajukan kesejahteraan umum dalam arti sebenar-benarnya; 

Kedua, Menyaksikan kenyataan pahit struktur ekonomi-pasar yang timpang, khususnya antara pemilik modal lemah berhadapan dengan pemodal kuat, seperti tampak antara warung rakyat dan pasar tradisional dengan toko modern berjejaring. Kami meyakini bahwa ketimpangan ini terjadi lebih disebabkan kebijakan yang hanya ramah kapitalis dan tidak ramah terhadap usaha-usaha kecil seperti pelapak di pasar tradisional dan warung rakyat. Pemerintah harus mampu meminimalisasi ketimpangan itu dengan secara proaktif memperbaiki kebijakan, melakukan pengkondisian regulatif yang memadai dan memberikan pembekalan manajerial kepada usaha-usaha kecil dalam rangka peningkatan kesejahteraannya.

Ketiga, melihat fakta pahit tentang kepemilikan saham oleh asing atas toko modern berjaringan menjadikan sumberdaya anak negeri kita akan semakin cepat tersedot ke luar negeri. Kelompok usaha kecil yang tidak memiliki kesiapan memadai dan lemahnya daya saing industri lokal serta lemahnya proteksi negara jelas akan digilas oleh pengusaha besar. Mereka kemudian mendesak kepada Pemerintah untuk mencegah terjadinya capital flight yang tidak terkendali, dengan suatu cara yang efektif dan padu, termasuk dengan melakukan upaya social engineering.

Keempat, Keterbukaan ekonomi yang akan mengintrodusir 4 landasan  di dalam ASEAN, yakni:
(1) pasar tunggal dan basis produksi,
(2) membangun kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi,
(3) membangun kawasan dengan ekonomi yang merata,
(4) membangun kawasan dengan integrasi penuh terhadap pereekonomian global.
Dengan argumen ini mereka mendesak kepada Pemerintah beserta segenap institusi organiknya di tingkat mana pun,  untuk tidak mudah larut dalam idealisasi ekonomi neo-liberal dengan terus berupaya membangun untuk kemajuan daerah dengan kearifan lokalnya.

Kelima & yang terakhir, dari temuan FGD ini, ditengarai ada pembiaran oleh Negara yang lamban menyikapi terjadinya pengikisan terhadap kesejahteraan masyarakat, khususnya usaha kecil di pasar tradisional dan warung rakyat disebabkan oleh kehadiran toko modern berjejaring yang bahkan menghalalkan segala cara. Hal ini menuntut Pemerintah untuk mengambil langkah efektif berupa moratorium pemberian ijin terhadap toko modern dimaksud dan bersama-sama pihak-pihak yang menjadi korban untuk merumuskan langkah-langkah lanjutan yang lebih kondusif.

Selain model advokasi formal, ada hal menarik yang dishare dari tulisan seorang ibu rumah tangga biasa di kampung. Ini merupakan bentuk perlawanan damai yang menarik sehingga saya perlu mensharing hal ini yaitu ajakan untuk melakukan Gerakan "Mari berbelanja di warung tetangga !". Tulisannya berikut dinarasikan:

Berbelanja kebutuhan harian, mingguan atau bulanan keluarga, biasanya kita lakukan di hari libur. Tetapi, bijakkah kita bila membeli jauh2 ke pusat belanja "modern" ?

Coba tengok kebiasaan kita ini. Belanja di swalayan IndoMart atau AlfaMart, semua barang memang terpampang. Tapi, hampir tak ada interaksi kemanusiaan. Apalagi pertemanan dan persaudaraan. Bertahun-tahun kita menjadi pelanggan, yang bahkan dibuktikan dengan "kartu pelanggan", tapi sungguh penjualnya tetap tidak kita kenal. Bahkan pelayanpun kita tak tahu siapa, apa dan bagaimana kehidupan mereka. Komunikasi hanya dengan "pelayan", ingat bukan "penjual". Dan hanya seputar transaksi saja. Itupun sekarang diwakili dengan tulisan.

Sementara ketika kita membeli di warung tetangga, selain dekat, juga ada interaksi sosial kemasyarakatan yang akrab. Ada "obrolan", bukan sekedar transaksi barang yang menghilangkan nilai sosial kemanusiaan kita. Kita jadi tahu, kenal dan dekat dapat silaturahmi dengan masyarakat dan lingkungan. Komunikasi beginilah yang manusiawi. Yang menghubungkan antar orang, komunitas dan masyarakat. Bukan sekedar barang, angka penjualan dan plastik kemasan.

Membeli di warung tetangga akan menumbuhkan kekuatan ekonomi keluarga itu. Kita jadi berperan bagi tegaknya ekonomi dan ketahanan sebuah keluarga. Suami, istri dan anak2nya. Dan mereka, berperan sebagai penjual. Berwirausaha. Bukan sekedar menjadi pelayan alias babu dari para pemilik modal kapitalis liberal yg berdalih seragam karyawan...

Bayangkan, sampai umur berapa toko2 modern "mau" mempekerjakan para pelayan ini ? Cuma saat usia muda. Sedang dengan menjadi "penjual", sebenarnya mereka akan "terhidupi" Bahkan sampai anak-anak mereka dewasa.

Belum lagi soal efektifitas budget kita. Bayangkan, saya pernah uji coba, membawa uang 100 ribu dan pergi ke toko swalayan modern. Ternyata kurang! Dan lihat belanjaannya. Saya banyak membeli barang yang tak perlu. Karena godaan iklan dan penataan, saya melakukan pemborosan!

Sedang ketika saya ke warung tetangga, uang 100 ribu masih sisa. Barangnya pun sangat fungsional, benar-benar kebutuhan pokok. Dan saya mendapatkan bonus ungkapan penjual yang membahagiakan, "Alhamdulillah syukur ya, pagi2 sudah ada yang belanja 75 ribu.... makasih ya bu", sambil tersenyum tulus...

Sungguh itu bonus yang lebih mahal daripada sekedar "obral dan diskon ngakali" yang penuh strategi bisnis.

Jadi berpikirlah sebelum berbelanja! Shopping lah di warung tetangga atau pasar tradisional. Nikmatilah sisi kemanusiaan anda. Disitulah "rekreasi sebenarnya". Jangan buang waktu anda di swalayan dan supermall modern hanya untuk membeli kebutuhan pokok rumah tangga anda. Warung tetangga jauh Lebih murah, manusiawi, menumbuhkan ekonomi, memberdayakan masyarakat, dan ada nilai silaturahmi antar tetangga.

Mau umur panjang dan banyak rejeki? Mari biasakan berbelanja di warung tetangga baik kita. Sekali lagi "Ayo selamatkan warung/toko dan pasar tradisional di sekeliling kita". Siapa pun dapat berkontribusi untuk menggelorakan "GERAKAN BELANJA DI WARUNG TETANGGA". Ya, sampai mati !


Tulisan ini disunting dari artikel pada website Kompasiana :
https://www.kompasiana.com/masdavid/56e31f10f692731c1e738ef4/gerakan-belanja-di-warung-tetangga?page=all

Posting Komentar untuk "Ayo Biasakan Berbelanja Di Warung Tetangga"