Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Surat Terbuka dari Ratna Sari Dewi Soekarno

Surat Terbuka dari RATNA SARI DEWI SOEKARNO

Tanggal 16 April 1970

Terjemahan bebas dari ‘Vrij Nederland’

Sumber :

https://www.dbnl.org/tekst/oltm003menc01_01/oltm003menc01_01_0002.php

https://youtu.be/TcSYkypQ5yM


- - - - -


Surat Terbuka dari

Ratna sri Dewi Soekarno

Kepada

Tuan Presiden Suharto


Tuan Presiden Suharto,


Bersama ini saya ingin mengingatkan Tuan, terhadap segala sesuatu yang nampaknya oleh Tuan akan dilupakan.


Hal-hal yang akan dikemukakan ini saya anggap sebagai kewajiban, bagi saya untuk menjelaskannya secara benar, karena justru saya mengikuti peristiwa-peristiwa di Indonesia dari dekat.


Barangkali sementara orang berpendapat, akan lebih baik kalau saya diam seribu bahasa seperti ‘sphinks’ (arca batu di Mesir) mengenai hal ini. Akan tetapi karena saya bertanggung jawab, maka saya harus melakukan hal ini, walau membawa resiko betapapun besarnya terhadap diri saya. Ini pun karena makin lama di seluruh dunia maupun di Indonesia sendiri ternyata banyak tersebar cerita-cerita palsu yang disebarkan tentang peristiwa-peristiwa di Indonesia itu, sehingga membeberkan keadaan sebenarnya merupakan kewajiban saya.


Karena itulah saya kirimkan Surat Terbuka ini kepada Tuan, dalam kedudukan saya sebagai warga Negara Indonesia. Selain itu, Surat Terbuka yang saya kirimkan kepada Tuan ini termasuk segala isinya, adalah sepenuhnya tanggung jawab saya dan tidak ada sangkut-pautnya dengan Soekarno, Presiden Republik Indonesia yang terdahulu.


Sebenarnya agak sudah terlambat untuk mempersoalkan kembali tentang para perwira yang telah dinyatakan sebagai ‘kontra revolusioner’ atau ‘pemberontak terhadap Negara’, dimana mereka telah semua dihukum mati.


Selama ini saya selalu berpendirian tidak sependapat dengan adanya dalil ‘yang berkuasa itu selalu benar’ (power can do no wrong).


Sikap inipun sama sewaktu Presiden Soekarno berkuasa. Saya berpendapat, bahwa seorang Kepala Negara itu mesti dikerumuni oleh orang-orang yang mendukungnya. Begitu juga halnya dengan Tuan, bahwa di sekeliling Tuan itu banyak orang-orang yang berkerumun, yang pada umumnya tak berani membuka mulutnya, berpura-pura taat dan tunduk, bahkan ada yang menjilat. Yang pada hakekatnya mereka bertujuan untuk mendapatkan kesempatan berkuasa lebih banyak. Karena itulah apa yang sebenarnya terjadi di sekitar Tuan sulit akan terungkap.


Pertama-tama dalam Surat Terbuka saya ini, saya ingin mengemukakan apa yang disebut ‘proces’ dilakukan kejahatan terhadap negara. ‘Proces’ ini yang sebenarnya terjadi di luar norma-norma Hukum dan Keadilan, lebih tepat untuk disebut ‘teror dan kekerasan’.


Dan mereka orang-orang yang tidak puas dan tidak mau bicara sewaktu kekuasaan Soekarno, maka setelah situasi berubah lalu bersikap tidak bertanggung jawab dan turut serta melakukan pembunuhan dan teror. Dalam hal ini Tuan telah membiarkannya. Andaikata nanti pada suatu ketika kedudukan Tuan diganti oleh orang lain, sudah tentu akan terjadi hal yang sama, di mana pembantu-pembantu Tuan yang penting, sipil maupun militer - termasuk mungkin Tuan sendiri- akan mendapatkan perlakuan yang sama, dimana mereka akan dituduh dan dituntut hukuman mati dengan berbagai dalih, misalnya ‘karena melakukan korupsi’.


Dalam hubungan ini saya ingin bertanya kepada Tuan: mengapa Tuan membiarkan dan memberikan kesempatan semuanya itu berlalu, yang menjadi contoh (preseden) jelek bagi suatu negara yang masih muda dan Rakyatnya sedang berkembang, yaitu Indonesia?


Bukan maksud saya untuk mencela kebijaksnaan politik yang Tuan lakukan. Akan tetapi perhatian saya tertumpah pada mereka yang dibunuh dan diteror dengan memakai dalih ‘pembersihan terhadap golongan merah’ sejak peristiwa G-30S itu terjadi. Padahal kebanyakan dari mereka itu hanyalah pengikut-pengikut Soekarno yang tidak tahu menahu tentang peristiwa G-30S.


Bahkan saya memperoleh berita, bahwa tidak kurang dari 800.000 rakyat Indonesia yang telah dibunuh, diantaranya terdapat kaum wanita dan anak-anak, karena hanya sebagai simpatisan PKI.


Harian ‘London Times’ membuat berita pada Januari 1966 sebagai berikut: ‘Bahwa sejak pecahnya G-30S itu dalam tempo 3 bulan telah ratusan ribu kaum Komunis yang dibunuh, jumlah mana menurut para diplomat Barat angka tersebut masih terlalu rendah.


Sementara itu-menurut sementara pengusaha-pengusaha dan turis-turis dari Eropa yang pulang dari Indonesia mengatakan, bahwa pembunuhan dan teror itu begitu hebatnya, sehingga mereka melihat di sungai-sungai penuh dengan hanyutnya mayat-mayat tanpa kepala, dan sementara anak-anak di desa-desa - katanya, bermain sepak bola dengan kepala-kepala manusia yang terbunuh. Pokoknya dalam tempo 3 bulan sesudah peristiwa G-30S itu situasi di Inonesia decekani dengan ketakutan dan ketegangan, di mana darah banyak mengalir, yang belum pernah terjadi dalam sejarah bangsa Indonesia.


Seorang wartawan dari ‘Washington Post’ memberitakan dari Jakarta, bahwa di Jawa Timur saja telah terbunuh 250.000 orang, demikian menurut sumber dari golongan Islam. Lebih lanjut ‘Washington Post’ memberitakan, bahwa puncak pembunuhan dan teror itu terjadi pada bulan November 1965. Kepala-kepala manusia telah dijadikan hiasan (decorasi) pada suatu jembatan. Di tempat lain orang melihat bahwa mayat-mayat tanpa kepala dihanyutkan di sungai-sungai di atas rakit dalam deretan yang panjang. Sungai Bengawau Solo yang indah permai ketika itu penuh dengan mayat-mayat Sehingga di sementara tempat kadang-kadang airnya tidak terlihat, tertutup oleh mayat-mayat itu. Sungai-sungai itu airnya menjadi merah karena darah rakyat. Pokoknya ketika itu Indonesia seperti neraka. Demikian tulis ‘Washington Post’.


Sementara itu, harian Inggris ‘Economist’ memperkirakan bahwa korban yang jatuh karena pembunuhan dan teror itu mencapai 1.000.000 orang.


Saya ingin bertanya pada Tuan: mengapa pertumpahan darah yang hebat itu sampai terjadi atas mereka yang belum tentu berdosaP Dan mengapa masyarakat dunia diam seribu bahasap Padahal - di pihak lain, kalau seorang manusia terbunuh di sepanjang tembok Berlin saja, maka seluruh dunia Barat ramai dan geger. Tetapi mengapa dunia Barat itu diam di mana 800.000 bangsa Asia (Indonesia) telah dibunuh dan diterror dengan darah dingin, bahkan dalam situasi dunia sedang damai?


Saya tahu bahwa pasti di antara yang terbunuh itu ada orang Komunis. Tapi apa artinya Kemerdekaan dan Hak Azasi Manusia, kalau Tuan membenarkan pembunuhan besar-besaran itu sekedar karena mereka melakukan gerakan di bawah tanah yang tidak dikehendaki oleh pemerintah Tuan?


Sebenarnya Tuan akan lebih bijaksana, kalau Tuan mengambil langkah-langkah pencegahan terjadinya pembunuhan besar-besaran itu - sebelum PKI dinyatakan dilarang oleh Undang-undang.


Akan tetapi Tuan ternyata tidak berbuat demikian, dan hal ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap Hak-hak Azasi Manusia, dan Tuan tidak mendapatkan respek. Lepas dari soal ideologie, apa yang sudah terjadi itu merupakan suatu ‘Kejahatan Nasional’


Tuan Suharto,


Meskipun Tuan akan menolak dengan berbagai dalih untuk bertindak dan mencegah terhadap ‘Kejahatan Nasional’ yang telah berlangsung itu-dimana telah ratusan ribu orang tak berdaya telah j dibantai - bagaimanapun juga saya bersikap: tidak membenarkan bahkan mengutuk peristiwa itu. Bukankah telah menjadi kenyataan, bahwa pemerintah Orde Baru yang Tuan pimpin memakai slogan demi ‘penumpasan terhadap PKI’? Ataukah Tuan amat kuatir kalau kekuasaan Soekarno bangkit kembali berserta pendukung-pendukungnya, karena Tuan tahu pasti bahwa lebih dari 50 % Rakyat Indonesia itu masih setia pada Soekarno. Hal ini pasti Tuan tidak lupa, bukan? Ataukah barangkali Tuan berpendapat, bahwa peristiwa G-30S itu sudah lampau dan harus dilupakan? Bagi saya hal ini bukan soal. Akan tetapi yang menjadi masalah: masih terlalu banyak hal-hal dan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dijawab dan bahkan sengaja disembunyikan. Walaupun begitu, saya merasa masih beruntung dan bangga, bahwa saya dalam peristiwa 1965 itu tahu dari dekat dan inendapat pelajaran yang berharga. Bahwa fakta-faktayang benar dalam sejarah itu kadang-kadang memang diputar-balikkan oleh mereka yang berkuasa dengan maksud untuk kepentingan atau keuntungan tujuan-tujuan politiknya. Begitu juga halnya dengan berita-berita dalam pers (koran-koran) telah dibuat sedemikian rupa oleh penguasa sebagi suatu propaganda untuk keuntungan politik pemerintah (Tuan).


Sebagai misal yang paling mudah kita ambil contoh peristiwa G-30S. Peristiwa ini sebenarnya terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965 dinihari - yang didukung oleh Dewan Revolusi dengan dipimpin oleh salah seorang perwira penanggung jawab pengawal Istana Presiden Soekarno, yaitu Letnan Kolonel Untung. Pengumuman Dewan Revolusi itu berbunyi sebagai berikut:


‘Sekelompok (grup) jenderal meren canakan untuk mengainbil oper kekuasaan (coup) dari Pemerintah Presiden Soekarno dan beJiau akan dibunuh. Mereka membentuk ‘Dewan Jenderal’ dengan tujuan untuk membentuk kekuasaan militer. Rencana coup tersebut akan dilakukan pada HUT ABRI tanggal 5 Oktober 1965 yang akan datang.

Untuk mencegah rencana itu, maka Dewan Revolusi mendahului mengambil langkah dengan menangkap 6 jenderal, diantaranya A. Yani.’

Dalam hal ini Tuan ternyata telah meyakinkan orang banyak (memfitnah) dengan melancarkan berita bahwa G-30S itu dilakukan oleh PKI. Hal ini tidak jelas benar. Bukankah yang melakukan gerakan orang-orang militer’ Dan saya meragukan kalau mereka yang melakukan gerakan itu adalah orang-orang komunis.


Saya ingin bertanya pada Tuan, lalu siapakah yang berbuat menyebarkan isyu sehinga timbul situasi dimana massa dibakar dan digerakkan, dengan menuduh bahwa G-30 itu didalangi oleh PKI:’


Menteri Pertahanan sendiri yaitu Jenderal Nasution, sebagai salah seorang anggota Dewan Djenderal yang menurut rencana seharusnya juga ditangkap oleh Gerakan 30 September telah berkata pada upacara penguburan 6 Jenderal yang terbunuh itu pada HUT ABRI tanggal 5 Oktober 1965 sebagai berikut:


‘Sampai hari ini pun HUT ABRI kita, masih tetap penuh khidmat dan kebanggaan meskipun ditandai oleh peristiwa yang merupakan noda bagikita ABRI. Yaitu bahwa telah terjadi suatu fitnah dan pengkhianatan serta kekejaman atas penura-penura tinggi kita. Walaupun begitu saudara-saudara kita yang menjadi korban itu adalah tetap merupakan Pahlawan-pahlawani di had kita bangsa Indonesia. Yang pada akhinya nantikebenaran pasti akan menang meskipun kita telah difitnah oleh pengkhianat-pengkhianat itu. Hal mana pada waktunya nanti kita akan memperhitungkannya’

Dalam pidato Jenderal Nasution itu sama sekali tidak nampak ada kesan, bahwa terbunuhnya 6 jenderal itu telah didukung apalagi dilakukan oleh PKI. Bahkan sebalikya, dari kalimat-kalimat yang diucapkan Jenderal Nasution itu jelas, bahwa peristiwa G30S itu adalah akibat pertentangan yang ada di kalangan ABRI sendiri.


Tuan Suharto, - dapatkah saya bertanya pada Tuan, siapakah yang dimaksud dengan kata-kata Nasution ‘fitnah dan pengkhianat-pengkhianat’ itu?, dan apakah yang dimaksud dengan kalimat ‘kita akan memperhitungkan mereka?’


Sebenarnya yang penting diperhatikan dalam peristiwa itu: ‘siapa dan apa tujuan dari SO orang yang berseragam seperti Pengawal Presiden Soekarno’ ituP Dan ketika mereka menyerbu rumah kediaman Jenderal Nasution dengan senjata lengkap, diketahui jelas oleh beliau bahwa mereka (penyerbu) itu adalah ‘mereka yang dikenal sebagai orang-orang and komunis’. Justru karena mereka tidak kenal Jenderal Nasution itulah maka mereka menyangka Jenderal Tendean sebagai Komandan Jaga dikira Jenderal Nasution dan terus menembaknya.


Dan fakta ini jelas menurut penilaian saya, bahwa andaikata para penyerbu itu benar-benar pengawal Presiden Soekarno, pasti mereka akan tahu dan kenal betul pada Jenderal Nasution. Jadi tidak masuk akal pula kalau para penyerbu itu adalah orang-orang komunis, yang mendapat tugas khusus - tidak akan kenal pada Jenderal Nasution, sehingga terjadi kegagalan itu.


Apakah Tuan tahu - bahwa banyak orang di Indonesia telah membicarakanbahkan timbul tanda tanya yang besar yang penuh prasangka kepada Tuan. Yalah; mengapa tuan sebagai Komandan Tertinggi pada Kostrad justru malah tidak disebu untuk dibunuh dengan dalih katanya ‘karena mereka (penyerbu) tidak tahu alamat Tuan?’. Dan yang menarik perhatian lagi - justru Tuan-lah yang pada tanggal 1 Oktober 1965 pada dinihari sudah memainkan peranan dan ambil oper pimpinan ABRI dengan memberikan perintah-perintah - sehingga dengan mudah sekali Tuan telah bisa menguasai dan menumpas Dewan Revolusi dalam waktu singkat.


Setelah Presiden Soekarno kehilangan Jenderal A. Yani, maka beliau terus mengangkat Tuan sebagai Menteri Hankam, sekaligus sebagai Pangab ABRI. Ini terjadi pada tanggal 14 Oktober 1965 di mana Presiden soekarno pada pengangkatan Tuan itu telah berpesan sebagai berikut:


‘Adalah mendesak sekali agar keamanan dan ketertiban harus segara dipulihkan agar tercipta keadaan, di mana emosi dari golongan kiri, maupun golongan kanan dapat ditenangkan dan dikendalikan. Sehingga peristiwa G 30 S dapat diselesaikan sambil kita mempelajari segala sesuatunya yang berkaitan dengan peristiwa tersebut. Kejadian itu tidak akan menenangkan saya sebelum segala sesuatunya jelas siapa yang pertanggung jawab, entah dari pihak manapun, entah merah, hijau, ataupun kuning’.


Dengan demikian menjadi jelas, bahwa Tuan memikul tugas yang diberikan oleh Presiden Soekarno untuk menghimpun segala data sekitar peristiwa G. 30 S itu dan seharusnya Tuan melaporkannya pada beliau. Seharusnya Tuan segera memulai dengan penyelidikan dan pengusutan yang harus dilaporkan pada Presiden Soekarno. Akan tetapi Tuan ternyata tidak memberikan tafsiran sendiri dan bexkata: ‘Sekarang saya sudah memperoleh kepercayaan dari Presiden Soekarno. Dan saya akan terus melanjutkan menumpas sisa-sisa kekuatan dari peristiwa tersebut’. Pernyataan Tuan jelas mempunyai arti tersendiri.


Sebenarnya Presiden Soekarno mengharap dan mempercayakan pada Tuan agar Tuan tetap setia dan loyal untuk melaksanakan perintah-perintahnya. Dengan tujuan selanjutnya akan diambil tindakan-tindakan hukum oleh Presiden terhadap siapapun yang bersalah, tanpa pandang bulu apakah itu PKI atau pihak militer. Akan tetapi ternyata Tuan tidak memberikan laporan apa-apa pada Presiden Soekarno. Bahkan Tuan telah menggerakkan ABRI tanpa persetujuan Presiden bersama-sama dengan beberapa Jendral, antara lain Sarwo Edhie. Dan sejak itulah dimulai pengejaran dan pembunuhan terhadap mereka yang belum tentu bersalah yaitu kanm Komunis. Yang kemudian telah terkenal luas di seluruh negeri, bahwa TNI di bawah pimpinan Tuan telah melakukan penganiayaan, pembakaran, perampokan, dan pembunuhan terhadap orang PKI. TNI telah melakukan teror yang terselubung di bawah perintah Tuan. Rakyat yang hidup tenang telah dihasut/dibangkitkan untuk membenci dan mengamuk dengan dalih karena adanya kejadian terbunuhnya para Jenderal tersebut. Rakyat telah dihasut untuk anti PKI yang dikaitkan dengan negeri Cina yang dituduh memberikan dukungan terhadap G 30 S tersebut. Dan Rakyat telah dibikin demikian rupa sehingga tidak percaya bahwa ‘Dewan Jenderal’ itu ada.


Selanjutnya Presiden soekarno dipaksakan untuk menyatakan PKI itu dilarang dan di luar hukum, karena dianggap partai itu terlibat pada G-30S. Selama setahun lamanya mahasiswa-mahasiswa dan kelompok-kelompok yang tidak puas diorganisasi untuk melakukan demonstrasi-demonstrasi terhadap Soekarno dengan tuntutan-tuntutan termaksud. Akan tetaspi Presiden Soekarno menolak untuk membubarkn PKI, sebab tidak ada data-data dan bukti yang meyakinkan yang sudah dilaporkan pada Presiden.


Yang menarik perhatian ialah, bahwa ‘pemimpin-pemimpin’ demonstrasi tersebut yang katanya adalah ‘mahasiswa-mahasiswa’ kenyataannya, umurnya kebanyakan lebih dari 30 tahun dan bahkan pengikut-pengikutnya demostrasi itu memakai pakaian seragam paratroops (tentara payung) yang masih baru-baru. Sehingga perlu dipertanyakan, apakah benar mereka itu mahasiswa-mahasiswa betul? Dan dari mana dana (keuangan) yang didapat untuk mengorganisi demonstrasi-demonstrasi itu? Dan mengapa ternyata sekarang, bahwa mereka menjadi ‘pemimpin-pemimpin’ demonstrasi itu kini mempunyai kedudukan-kedudukan penting dalam pemerintahan Tuan?.


Semua kekacauan dan ketidak tenangan yang nampaknya ‘dibikin’ (artificial) telah berlangsung se;ama satu tahun. Dan sementara itu telah dilancarkan propaganda secara meluas, bahwa kesulitan dan keburukan di berbagai bidang itu ditimpakan pada PKI. Kalau saya boleh bertanya pada Tuan: berapa dan apa saja segala sesuatu yang buruk itu yang tidak ditimpakan pada PKI? Dan hal ini, sampai hari inipun masih terus berlangsung walau peristiwa G-30S itu telah empat tahun berlalu.


Akan tetapi, tentang hal ini sebenarnya dapat dimengerti. Sebab dalam politik - yang berkuasa itu harus membuat rakyat yang tidak tahu apa-apa itu sedemikian rupa, sehingga rakyat yang merasa tidak tenteram dan aman dengan menimpakan kesalahan dan ancaman itu kepada PKI, yang kemudian diarahkan bahwa penguasa (pemerintah) itu adalah satu-atunya - pelindung rakyat yang sebenarnya.


Kalau demikian halnya, maka jelaslah bahwa Tuan telah mengabaikan perintah dan peringatan Presiden Soekarno pada sidang kabinet tanggal 2 Januari 1996 di Bogor yang meminta kepada Tuan, agar situasi yang tidak menentu itu harus segera diakhiri dan dipulihkan, sehingga rasa kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia dapat tercipta kembali; bukan saling membunuh di antara sebangsa dan setanah air. Apabila pembunuhan besar-besaran itu berlangsung terus, maka peijuangan kita selama ini akan sia-sia, karena dalam hal ini Tuan ternyata telah menempuh jalan sendiri.


Saya tidak akan mengatakan bahwa G-30S itu baik. Tapi saya juga tidak akan menyalahkan siapa-siapa dan belum akan memberikan penilaian terhadap peristiwa itu.


Andaikata saya sebagai seorang Komunis atau simpatisan, maka yang pertama-tama menjadi pertanyaan dan yang tidak masuk di akal, apa perlunya dan apa keuntungannya PKI itu melibatkan diri dalam peristiwa G-30S itu, padahal PKI itu termasuk partai yang besar? Selain itu, kalau memang benar PKI terlibat dalam peristiwa itu, mengapa TNI tidak mengetahui atau mencegah, bahwa yang membakar markas CC-PKI itu adalah pengacau? Tidakkah lebih baik kalau markas CC-PKI itu dibiarkan untuk selanjutnya diselidiki kalau-kalau bisa diperoleh data-data yang penting? Dan kalau benar PKI itu terlibat, apakah tidak lebih baik kalau para pemimpinnya yang bertanggung jawab diadili di depan rakyat Indonesia? Dan mengapa Tentara yang menangkap ketua (CC-PKI) D.N. Aidit itu justru telah membunuhnya dengan diam-diam tanpa proses hukum? Dan Tuan sendiri ternyata beberapa bulan kemudian baru melapor pada Presiden Soekarno. Dan apa pula sebabnya wakil Ketua I dan wakil Ketua II PKI yaitu sdr. Nyoto dan Lukman juga diperlakukan yang sama dengan cara dibunuh dengan diam-diam tanpa proses hukum?


Kata orang, bahwa N.U itu mempunyai anggota sebanyak 6 juta. Tapi mengapa orang-orang di kalangan partai tersebutterialu takut pada PKI, yang jumlah anggotanya lebih kecil, hanya 3 juta orang? Memang terlaslu banyak soal-soal dan pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa terjawab, bahkan sengaja ditutup-tutupi atau disembunyikan. Komunisme yang Tuan begitu takutkan itu sebenarnya akan tidak berdaya, apabila kesengsaraan dapat ditiadakan. Hakekat ideoliogi PKI di bawah pimpinan D.N. Aidit sebenarnya berdasarkan Pancasila (Soekarnoisme). Dan PKI telah memainkan peranan yang penting dalam kebangkitan dan kebangunan bangsa Indonesia serta beijuang untuk sosialisme Indonesia.


Juga Nasution - Pimpinan MPRS, telah menyalahkan PKI karena telah melakukan aksi-aksi di bidang ekonomi. Dia juga menyalahkan PKI, bahwa sebab tetjadinya inflasi dewasa ini karena adanya hutang pada luar negeri sebanyak $ 2,5 milyard dan di antaranya berupa pembelian senjata-senjata seharga $. 1 milyard pada Uni Sovyet. Yang aneh dalam hal ini, justru hutang-hutang pada Uni Sovyet itu bukankah Jenderal Nasution sendiri yang menanda-tangani kontrak-kontraknya? Bahkan dia sendiri sudah 2 kali berkunjug ke Moskow. Apakah dengan begitu ucapan Jenderal Nasution itu dapat dipertanggung-jawabkan?


Titan Suharto,


Saya ingin mengajukan banyak data-data yang Tuan sendiri berharap akan menjadikan data-data itu sebagai bukti terlibatnya PKI. Tapi mengapa Tuan tidak membuka penyelidikan untuk menghimpun sesungguhnya? Sudah tentu bukan data-data yang bersifat sefihak. Saya kira seluruh negeri dan rakyat Indonesia berhak untuk tahu dan mengerti duduk soal peristiwa G-30S itu (yang) sebenarnya. Sekalian biar seluruh rakyat tahu juga bagaimana pendapat Tuan tentang peristiwa tersebut. Hal ini penting sekali, karena telah pula dusyukan bahwa bukan hanya PKI yang terlibat, tapi juga Presiden Soekarno yang ikut dituduh merestui ‘Dewan Revolusi’.


Selain itu, juga dikatakan bahwa beberapa ribu anggota PKI sebelum peristiwa G-30S itu telah dipersiapkan, dengan mengadakan latihan militer di daerah lapangan udara Halim. Dimana Presiden Soekarno pada tengah malam ketika peristiwa itu terjadi, juga diamankan di situ. Dengan adanya berita-beritu itu, orang pada bertanya, bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi adanya suatu latihan yang diikuti oleh ribuan orang dapat dilakukan secra sembunyi-sembunyi? Dan apa perlunya Presiden Soekarno itu mencari perlindungan di tempat yang tidak menguntungkan baginya?


Kenyataan berita-berita lain yangsaya peroleh dari lapangan udara Halim adalah, bahwa: peristiwa G-30S itu adalah cetusan dari suatu konflik dalam Angkatan Darat. Oleh karena itu mereka mengunakan dalih ‘pribadi Soekarno harus diselamatkan untuk mencegah terjadinya segala sesuatu yang tidak diinginkan!’ - demikian berita itu mengatakan.


Sementara itu saya perlu juga ke Lapangan Udara Halim secara diam-diam pada saat-saat Presiden Soekarno itu dibawa ke sana, karena saya sebagai isteri merasa khawatir akan keselamatan suami saya. Sampai di Halim malah saya bingung, karena ketika saya tanyaka pada sementara orang, ternyata tak seorangpun yang tahu apa yang telah terjadi. Bahkan ketika itu kita tidak tahu, bahwa Jenderal A. Yani telah dibunuh. Pokoknya ketika itu kita tidak tahu, siapa kawan dan siapa lawan. Hampir semuanya ada dalam kebingungan dan tidak tahu apa yang akan diperbuat. Tidak seorangpun tahu apa yang telah terjadi dan apa (pula) yang akan terjadi berikutnya.


Dalam mengenang peristiwa G-30S itu kembali, saya kira persoalannya akan lain, andaikata Jenderal Yani masih hidup. Presiden Soekarno sendiri sangat sedih, bagaimana sampai terjadi dia jadikorban dan bagaimana tempat tinggalnya sampai diketahui.


Tuan Suharto,


Selain hal-hal diatas dengan ini saya ingin mengajukan pertanyaan’ yang penting kepada Tuan, yang kiranya Tuan perlu perhatikan, yalah tentang adanya ‘Dewan Djenderal’ yang Tuan telah tentang keras tidak mengetahuinya. Orang hanya tahu bahwa Jenderal Yani dan hanya Jenderal-jenderal lain yang dibunuh itu (lah yang) mengetahui tentang persoalan ‘Dewan Djenderal’ tersebut. Akan tetapi - 2 minggu sebelum peristiwa tersebut, pernah Presiden Soekarno bertanya kepada Jenderal A. Yani; Bagaimana sebenarnya duduk persoalan Dewan Djenderal tersebut. Yang dijawab oleh Jenderal A. Yani dengan tegas: ‘Bapak Presiden, serahkan pada saya saja segala hal yang bersangkutan dengan anak buah saya tersebut (maksudnya D.D.) Dari dialog tersebut bagi saya timbul pertanyaan besar: bagaimana bisa terjadi Jenderal Yani itu ikut terbunuh? (Jelas, justru adanya konflik dalam tubuh ABRI sendiri = Pen).


Jadi, andaikata Tuan benar-benar obyektif, maka pasti Tuan akan yakin bahwa Presiden Soekarno itu benar-benar tidak terlibat dan tidak tahu apa-apa tentang G-30S. tersebut.


Tuan Suharto,


Dengan mengetahui hal-hal diatas, maka lalu timbul pertanyaan saya: Apakah kiranya jawaban Tuan pada seluruh rakyat Indonesia, yang menduga bahwa dengan adanya tindakan cepat dari Tuan untuk membentuk kekuasaan ‘orde baru’ dalam situasi yang kacau balau itu, bukankah justru sebenarnya Tuanlah yang mempunyai semua rencana dn melaksanakan rencana ‘Dewan Djenderal’ itu?


Bukti-bukti kemudian menunjukkan bahwa dalam situasi yang chaos (kacau) di Indonesia itu Tuan telah membangun tentara yang berorientasi ke kanan, bergandengan tangan dengan sementara mahasiswa-mahasiswa (yang tidak puas) yang kemudian didorong dan bekerja-sama dengan pimpinan-pimpinan partai Islam serta kaum politisi yang kanan, untuk menghancurkan PKI. Yang selanjutnya terjadilah pembunuhan dan pertumpahan darah yang terrencana. Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi, bahwa sikap ABRI malah lebih dekat dengan Pentagon (Markas Besar Departemen Pertahanan Amerika Serikat) di mana hampir semua kegiatan militer di dunia dikendalikan dari sana? Apakah dalam situasi demikian itu omg bisa mengharapkan lain, kecuali PKI itu menjadi hancur berantakan karenanya, dan hubungan dengan RRC dengan sendirinya putus. Presiden Soekarno telah berulang kali mengatakan, bahwa tidak benar hanya untuk menyalahkan PKI. Beliau berkata: ‘Kita jangan melemparkan semua kesalahan itu kepada PKI saja. Tapi persoalannya terletak pada hal-hal lain’.


Saya sngat menghargai akan sikap Bung Karno yang begitu tegas itu, meskipun beliau harus mengorbankan nasibnya sendiri. Beliau telah menolak untuk tunduk pada tekanan pihak ABRI untuk menyatakan PKI itu dilarang dan di luar Hukum. Sedikitpun beliau tidak goyah dalam pendirian dan idea-ideanya, meskipun telah mengalami tekanan yang berat dari pihak ABRI. Andaikata Bung Karno itu tidak bersikap teguh sedemikian rupa, barangkali situasi dan posisi beliau tidak akan seburuk seperti sekarang (1970), apalagi kalau beliau melakukan langkah-langkah kompromis (berkompromi). Tapi, beliau tidak demikian dan tetap berpegang teguh pada kebenaran dan keadilan.


Adam Malik, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia pada tahun 1966 telah berbicara di depan mahasiswa-mahasiswa di Tokyo dengan penuh kebohongan dan kebodohan. Ia menerangkan bahwa Soekarno-lah yang bertanggung jawab atas terjadinya pembunuhan massal terhadap kaum Komunis di Indonesia itu. Andaikata Soekarno tepat pada waktunya menentukan sikapnya terhadap PKI, maka pembunuhan massal itu dapat dihindari.


Dengan pidato Adam Malik itu, maka orang-orang yang tidak tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi di Indonesia itu akan menanggapinya dengan benar. Sementara itu Bung Karno masih terus secara terbuka berbicara dan menjelaskan duduk soal yang sebenarnya tentang PKI itu. Hal inipun malah ditafsirkan oleh sementara mereka itu, bahwa Presiden Soekarno telah merestui tindakan-tindakan lebih lanjut dari PKI, yang ternyata kemudian berakibat terjadinya pembunuhan yang lebih kejam.


Seperti kata pepatah Latin ‘Cui ono’, yang artinya: yang penting bukan siapa yang benar, akan tetapi siapa yang memperoleh keuntungan!! Bukankah kemudian ternyata terbukti, bahwa Amerika Serikatlah yang memperoleh keuntungan dengan peristiwa G-30S itu! Kini terbukti Jakarta telah dibanjiri oleh investor-investor (penanam modal) asing yaitu (terutama) Amerika Serikat. Tentang hal inipun tidak begitu menjadi soal, andaikata dengan kegiatan-kegiatan ekonomi itu Indonesia dan yang pertama-tama rakyatnya yang memperoleh keuntungan!.


Bung Karno sebenarnya sejak semula selalu menolak dibuatkan patung untuk dirinya. Baru setelah 22 tahun kemudian beliau mengabdi pada Revolusi Indonesia dengan enggan sekali beliau baru menerima untuk dituliskan auto-biografinya.


Akan tetapi, bagi Tuan Suharto sendiri - segera setelah tidak lama memegang kekuasaan, telah dibuatkan buku riwayat hidup Tuan dengan memakai judul ‘The Smilling General’ (Jenderal yang suka senyum). Selain itu Tuan telah mengabadikan potret Tuan pada mata uang Republik Indonesia, yang sudah tentu agar Tuan cepat dikenal. Semua itu tentunya dengan advis (pertimbangan-pertimbangan) para pembantu yang mengelilingi Tuan.


Tapi sebaliknya, - Tuan sama sekali telah meniadakan (mencopot) foto-foto Bung Karno pada kedutaan-kedutaan di luar negeri, yang punya kebiasaan memancangkan foto tokoh-tokoh dunia yang merupakan pendiri dari Bangsa-bangsa di dunia. Dalam hal ini tidak satupun gambar Presiden Soekarno nampak (bahkan mengintimidasi rakyat untuk melarang pemasangan gambar Bung Karno=Pen).


Tuan Suharto,


Tuan yang pemah mengkritik tentang kediktatoran Presiden Soekarno dan bahkan Tuan telah berjanji akan memulihkan demokrasi di Indonesia, ternyata sekarang Tuan telah berbuat melebihi apa yang diperbuat oleh Bung Karno. Langkah pertama yang seharusnya Tuan lakukan untuk mendemokratisir keadaan/situasi, antara lain tentang pemilihan Presiden. Ternyata tentang hal ini-pun oleh Tuan selalu ditunda-tunda. Selain itu Tuan telah melarang untuk mencantumkan nama Bung Karno dalam buku-buku sejarah Indonesia yang harus diterbitkan. Sementara itu Tuan telah menahan Bung Karno dengan dalih untuk melindungi keselamatannya, yang hakekatnya Tuan mengisolir beliau dari dunia luar. Tindakan Tuan yang tidak benar dan tidak adil inilah yang menyebabkan Bung Karno itu menjadi sakit. Beliau tidak mendapat perawatan sebagaimana mestinya. Dokter-dokter yang disediakan hanya proforma saja. Malah dokter gigi yang sangat diperlukan oleh beliau Tuan tidak memberikannya. Bahkan pemah ada orang yang mengingatkannya, agar Bung Karno itu jangan selalu diberi obat-obatan injeksi, sebab ada kemungkinan obat-obat itu justru akan membahayakan kesehatannya. Disamping itu, - saya juga berharap, mudah-mudahan makanan yang dibuat dan dikirim oleh putera/puteri Bung Karno itu benar-benar akan sampai ke tangan beliau selama beliau dalam isolasi itu.


Bung Karno dalam tahanan sekarang (1970) benar-benar dalam keadaan yang berat selama hidupnya. Bahkan hak-hak kemanusiaannya yang paling azasi-pun beliau tidak memperolehnya. Satu-satunya kesempatan yang diberikan kepada beliau utuk meningalkan isolasinya, yalah ketika menghadiri perkawinan salah satu puterinya. Untuk itu mobil Bung Karno itu dikawal ketat dengan kendaraan panser dan tidak boleh didekati oleh siapapun. Ketika beliau berdiri, dan mendekati puterinya yang edang menjadi pengantin guna memberikan ‘ciuman selamat’ dari seorang ayah kepada anaknya, inipun telah dicegah oleh Polisi Militer yang mengawalnya dan beliau didorong secara kasar sehingga terjatuh duduk di atas sofa (kursi panjang). Selain itu wajah beliau ditutupi dan dihalang-halangi, agar tidak dapat diambil fotonya.


Andaikata saya yang mendapat perlakuan demikian, mungkin pasti jiwa saya akan terpukul keras. Akan tetapi karena Bung Karno itu mempunyai jiwa yang besar dan mentalnya kuat, perlakuan (kejam=pen) demikian itu dianggapnya sebagai suatu pengorbanan yang harus dideritanya. Saya benar-benar sangat khawatir bahwa mungkin perlakuan alat-alat kekuasaan Tuan kepada Bung Karno itu kalau sedang sndirian akan lebih kasar, karena terbukti di depan umumpun alat-alat kekuasaan Tuan itu sampai berani berbuat demikian terhadap beliau. Tuan dapat saja menghancurkan jasmani Bung Karno, tapi Tuan tak akan pernah berhasil menghancurkan semangat dan jiwanya dalam membela keadilan dan kebenaran. Jiwa dan semangat Bung Karno itu tak akan pernah mati!


Bung Karno telah berjasa membebaskan Indonesia dari penjajahan Belanda yang 350 tahun lamanya. Setelah 13 tahun dipenjara dan dibuang oleh Pemerintah Belanda dan memimpin perjuangan bersenjata untuk kemerdekaan Indonesia selama tahun 1945 sampai dengan 1949, Bung Karno itu pasti tahu apa yang harus diperbuat untuk mengisi kemerdekaan negerinya. Tanpa kepemimpinan Bung Karno, Tuan pasti tidak akan punya kedudukan sebagai Presiden seperti sekarang. Bung Karno itu telah meletakkan Undang-undang Dasar yang demokratis untuk Indonesia dan telah mendirikan ‘Lingua Franca’.


Dibidang seni dan budaya beliau adalah promotor. Beliaulah orangnya yang telah meletakkan dasar untuk pembangunan Bangsa Inonesia. Apakah dengan jasa-jasanya itu tidakkah pantas beliau mendapatkan imbalan?


Andaikata Bung Karno tahu bahwa akan terjadi suatu pengkhianatan yang berakibat pembunuhan antar sesama bangsa seperti peristiwa G-30S itu, pasti beliau tidak menyetujuinya. Dan sayapun pasti tidak akan tinggal diam, apabila sampai suami saya terlibat dalam tindakan kekerasan itu. Di depan mata saya Bung Karno itu sangat terpuji dengan sifat-sifatnya yang luhur! Saya sangat yakin bahwa kalau ada seseorang yang berbuat dengan cara sadar dan sistematis membunuh sesama manusia, maka perbuatan itu adalah yang paling keji dan tak beradab. Saya mengenal pepatah Jepang yang berbunyi ‘mencekik seseorang dengan kain sutera’. Sehubungan dengan inilah - Tuan Suharto, Tuan telah memperkenankan Bung Karno itu diperlakukan sedemikian rupa tersiksa baik lahir maupun bathinnya.


Selama ini saya belum pernah mengeluarkan suara atau pernyataan apa-apa, karena saya sadar bahwa Tuan sedang menghadapi persoalan-persoalan yang cukup gawat. Tapi kali ini saya harus berbicara secara terbuka kepada Tuan, karena: pertama-tama untuk menjaga keselamatan dan nama baik Presiden Soekarno.


Ketika Presiden Soekarno menyerahkan wewenang kepada Tuan sebagai pejabat Presiden pada tanggal 7 Maret 1967 telah diberikan 3 syarat oleh beliau kepada Tuan. Salah satu diantaranya yalah: bahwa Tuan harus menjaga keselamatan keluarga Presiden Soekarno. Ternyata Tuan telah tidak memperhatikan permintaan beliau itu.


Sewaktu Tuan diwawancarai oleh wartawan Jepang tentang banyaknya korupsi di Indonesia dewasa ini, Tuan telah memberikan keterangan sebagai berikut: ‘Tentang masalah korupsi itu saya kira selamanya akan ada. Dan soal korupsi ini sebenarnya adalah sisa-sisa dari Pemerintahan Soekarno dulu. Sementara ini akan tetap demikian karena memang demikianlah sejak semula’.


Kalau ucapan Tuan itu benar, maka ucapan Tuan itu seakan-akan ucapan seorang yang tidak bertanggung jawab. Sikap Tuan itu adalah licik dan tidak jantan, karena Tuan ternyata telah berlindung dibelakang nama Soekarno tentang apa yang sekarang terjadi. Ketika Tuan berbicara demikian di hadapan wartawan itu, maka habislah segala rasa hormat saya pada Tuan sampai yang terakhirpun!


Memang selama masih disebut manusia, biasanya siapa yang menang akan selalu menganggap dirinya yang benar. Dan sebaliknya mereka yang kalah, pasti segala sesuatunya akan ditimpakan kepadanya!!


Apabila Tuan memang bersedia dan benar-benar mau menyelidiki serta memberantas korupsi - sebagai seorang warga-negara Indonesia - saya sepenuhnya bersedia untuk membantu Tuan dalam hal ini. Saya bersedia untuk menjadi saksi dan hadir pada setiap sidang-sidang pengadilan yang dilakukan dengan terbuka. Sudah tentu pelaksanaannya harus sesuai dengan norma-norma dan hukum yang berlaku dan tidak ditutup-tutupi, serta tidak boleh ada tekanan yang menyebabkan orang merasa takut, begitu pula jangan ada penyalah-gunaan jabatan yang dipegang oleh petugas. Inilah salah satu syarat yang saya minta.


Bung Karno adalah Pahlawan Revolusi Inonesia. Dengan kerendahan hati ingin saya katakan, bahwa beliau memang belum tentu bisa menjadi pemimpin di waktu damai. Akan tetapi saya kira, andaikata Bung Karno itu sewaktu menjadi mahasiswa sempat belajar di luar negeri, beliau pasti akan lebih banyak mengenal masalah-masalah ekonomi, yang akan melengkapi kepemimpinannya. Saya katakan demikian, karena mungkin ‘nasionalisasi’ perusahaan-perusahaan asing di Inonesia yang telah dilakukannya itu sebagai suatu kekhilafan.


Selain itu, - Bung Karno itu sebenarnya tak pernah mengalami dan berada dalam kehidupan keluarga yang stabil. (Suatu hal yang jarang bisa terjadi sebagai pejuang = pen). Andaikata beliau lebih lama mengenal kehidupan rumah-tangga yang harmonis seperti halnya kebanyakan orang, mungkin beliau itu akan menjadi Presiden yang lebih baik dalam suatu pemerintahan yang terpimpin dan sosialis di negeri ini. Sayangnya, lingkungannya tidak memungkinkan sehingga beliau itu lebih cenderung pada sifat tokoh seorang kaisar. Dan beliau jadi korban dari kekuasaan yang dikuasainya sendirian secara penuh.


Saya dapat mengatakan demikian pada Tuan, karena saya memang menganggap dan menghormati Soekarno itu sebagai orang besar. Akan tetapi kiranya Tuan tahu, bahwa tidak selalu saya menyetujui setiap pendapatnya. Sebagai misal - terhadap Pancasila yang beliau gali dan ciptakan itu, menurut pendapat saya: adalah sepenuhnya terlalu idealistis. Meskipun idealisme itu memang perlu, akan tetapi dalam abad ke 20 ini tidak sepenuhnya idealisme itu dapat dilaksanakan dalam praktek.


Indonesia sebenarnya belum matang untuk dibawa pada sistem demokrasi ala Barat. Oleh karena itulah Bung Karno memberikan konsep pemikiran ‘Demokrasi Terpimpin’. Lebih-lebih karena rakyat Indonesia kebanyakan masih banyak yang buta huruf dan taraf pendidikan maupun ekonominya tidak sama. Dalam hal ini saya sependapat dengan Bung Karno.


Akan tetapi di pihak lain beliau itu telah meletakkan dasar politik yang terlalu tinggi dan terlalu ideal. Karena itu dapatlah dimengerti kalau beliau mendapat kritik yang begitu keras, terutama dengan cita-citanya untuk mengadakan perbaikan atas nasib seluruh Rakyat Indonesia secara massal dan serentak. Beliau seharusnya lebih realistis dengan ide-idenya itu. Pada saat-saat beliau punya posisi yang cukup kuat sebagai Penguasa Tertinggi, mestinya beliau akan mendapatkan dukungan dari pembantu-pembantunya atas ide-idenya tersebut. Akan tetapi, kebanyakan dari Rakyat Indonesia itu hanya mengharapkan perubahan-perubahan dalam kebutuhan hidup sehari-harinya. Rakyat hanya menginginkan pemenuhan material yang nyata dan mereka sudah mulai jenuh dengan idealisme yang sering dipidatokan.


Bung Karno itu mengemukakan bahwa dunia ini dikuasai oleh 2 blok kekuasaan adikuasa. Dan ide beliau ingin membentuk kekuatan ke-3 sebagai imbangan. Dalam perjuangan mewujudkan cita-cita ini Indonesia dapat mempengaruhi dan menggerakan dunia ke-3 seperti negeri-negeri di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Ini berarti bahwa sekaligus Indonesia harus bisa berdikari di segala bidang. Demikianlah yang dicita-citakan oleh Bung Karno.


Bung Karno berpendapat, bahwa perdamaian dunia itu hanya bisa diwujudkan, kalau kemerdekaan yang penuh dapat diberikan kepada semua negeri dan bangsa-bangsa yang terjajah. akan tetapi sikap polittik Indonesia menarik diri dari keanggotaan P.B.B. dan Bank Dunia, tidak ikut dalam Olympiade di Tokyo. Hal ini terjadi dalam rangka ketegangan dan perjuangan pembebasan Irian Barat dan konfrontasi dengan Malaysia.


Bung Karno berpendapat bahwa P.B.B. telah bersikap tidak adil terhadao aneeota-aneeotanva. Indonesia vane belum pernah mendapat pinjaman dari Bank Dunia (yang dikuasai Amerika Serikat), telah menolak bantuan itu, kalau harus memakai syarat-syarat politik. Sebelum Olympiade Tokyo dimulai Indonesia telah dituduh mempolitisir olah-raga dengan diadakannya oleh raga seluruh bangsa-bangsa Asia-Afrika di Jakarta (GANEFO). Karenanya Indonesia lalu ditolak untuk ikut dalam Olympiade Tokyo itu. Dalam hal ini Bung Karno menolak tuduhan tersebut karena ternyata pertandingan-pertandingan Olympiade selama ini pun juga tidak mengikut sertakan semua negeri, khususnya negara Komunis.


Tuan Soeharto,


Apabila Tuan juga mencoba memikirkan tentang hari depan Indonesia pada hari-hari yang gawat itu, Tuan pun akan pasti mempunyai pendapat-pendapat lain mengenai ide-ide Bung Karno, yang mempunyai akibat adanya tantangan angin taufan. Saya sendiripun turut prihatin dengan hati yang berdebar-debar memperhatikan, bahwa diplomasi Indonesia itu makin hari bergeser ke kiri.


Memang tak ada orang yang sempurna, begitu juga dengan diri Bung Karno. Menurut pendapat saya apa yang dikerjakan oleh beliau itu sama sekali tidak terselip untuk keuntungan diri-sendiri,. malah sepenuhnya segala sesuatu itu diabdikan pada Indonesia dan rakyatnya, satu-satunya yang dicintainya dan hendak diabdinya. Dalam perjalanan hidupnya Bung Karno itu selalu berusaha untuk mencegah dan menghindari adanya pertentangan dalam negeri yang bisa berakibat adanya korban-korban.


Dibanding dengan sikap Tuan dan pembantu-pembantu Tuan, ternyata jauh berbeda, di mana Tuan atau pembantu-pembantu Tuan telah memerintah Indonesia dengan perampokan dan pertumpahan darah. Tuan dan pembantu-pembantu Tuan kelak akan dituntut dengan tuduhan melaksanakan pembunuhan yang disengaja terhadap ratusan ribu orang PKI yang tak bersalah, dengan dalih ‘penumpasan PKI sampai keakar-akarnya’.


Siapa dapat percaya bahwa Tuan percaya pada Tuhan? Dalam hal ini Indonesia seharusnya tidak memerlukan seorang Presiden di mana tangannya penuh berlumuran darah.


Tuan Soeharto,


Bung Karno itu saya tahu benar-benar sangat mencintai Indonesia dan Rakyatnya. Sebagai bukti bahwa meskipun lawannya yang berkali-kali hendak menteror beliau, beliau pun masih mau memberikan pengampunan kalau yang bersangkutan itu mengakui kesalahannya. Dibanding dengan Bung Karno, maka ternyata di balik senyuman Tuan itu, Tuan mempunyai hati yang kejam (huruf tebal = red). Tuan telah membiarkan ratusan ribu orang-orang PKI dibantai. Kalau saya boleh bertanya, ‘Apakah Tuan tidak mampu dan tidak berkuasa untuk men-cegahnya dan melindungi mereka agar tidak terjadi pertumpahan darah?’


Mungkin Tuan kelupaan bahwa peristiwa tahun 1965 itu berlangsung Bung Karno tidak juga Tuan suruh bunuh pula! Tuan pasti amat mudah untuk mempersalahkan dan menuduh PKI itu bersalah sehingga terjadi pembantaian-pembantaian. Andaikata Tuan mau, seharusnya Tuan mampu pula untuk mencegah terjadinya tragedi tersebut. Kalau Tuan mau berbuat demikian maka pasti rakyat banyak yang menjadi pengagum dan penganut Bung Karno itu akan tetap hidup tenang. Tidak seperti sekarang di mana mereka tidak dapat berbuat apa-apa, sementara mereka tidak tahu bagaimana nasib pemimpinnya.


 


Tuan Suharto,


Semestinya Tuan tidak perlu memperlakukan Bung Karno itu sedemikian rupa, yang mungkin karena perasaan kerdil Tuan. Sebenarnya Tuan akan lebih terhormat, apabila Bung Karno itu sebaga Pemimpin Besar Revolusi, dapat meninggal secara wajar, bukan karena tersiksa dalam tahanan. Adalah suatu kerugian besar sekali bagi Indonesia, bahwa Bung Karno itu telah mendapat perlakuan yang tidak wajar seperti itu, setelah beliau mengabdi selama hidupnya untuk negeri Indonesia dan Bangsanya!


Pada akhir surat terbuka ini, saya akan tutup surat ini dengan mengenang kembali akan kecintaan dan kemesraan saya yang paling dalam terhadap Bung Karno dengan seruan: mengenang kembali akan kecintaan dan kemesraan saya yang paling dalam terhadap Bung Karno dengan seruan:


HID UP BUNG KARNO!!


Paris tg. 16-4-1970.


Tertanda:

Ratna Sari Dewi Soekarno.

Posting Komentar untuk "Surat Terbuka dari Ratna Sari Dewi Soekarno"